Selasa, 20 September 2016

Pemimpin Perlu Madani


Oleh : Rony Hidayat
Benar sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, ketika beliau menyampaikan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah : “Sesungguhnya kalian nanti akan sangat berambisi terhadap kepemimpinan, padahal kelak di hari kiamat ia akan menjadi penyesalan.” (HR.Al-Bukhari)
Jika dulu para sahabat Radhiyallahu’Anhu sangat takut untuk dipilih untuk menjadi seorang pemimpin, maka sekarang banyak berlomba-lomba ingin menjadi pemimpin. Semua mengaku terbaik.
Pemimpin merupakan lambang kekuatan, keutuhan, kedisiplinan dan persatuan. Namun harus kita sadari juga bahwa pemimpin bukanlah hanya sekedar lambang. Karena itu, ia memerlukan kompetensi, kelayakan dan aktivitas yang prima untuk memimpin bawahannya.
Menurut perspektif  Islam, peran yang dimainkan oleh seorang pemimpin adalah :
Pelayan (Khadim). Pemimpin adalah pelayan bagi pengikutnya. Seorang pemimpin yang dimuliakan orang lain, belum tentu hal tersebut  sebagai tanda kemuliaan. Karena pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa berkhidmat dan menjadi pelayan bagi kaumnya. Seorang pemimpin sejati, mampu meningkatkan potensi dirinya untuk memuliakan orang-orang yang dipimpinnya. Dia menafkahkan lebih banyak, bekerja lebih keras, berfikir lebih kuat, lebih lama dan lebih mendalam dibanding orang yang dipimpinnya. Demikian pemimpin sejati yang dicontohkan  Nabi Shallallahu ‘Alahi Wasallam. Bukan sebaliknya, ingin mendapatkan dan mengambil sesuatu dari orang-orang yang dipimpinnya.
Pemandu (Muwajih). Pemimpin adalah pemandu yang memberikan arahan kepada pengikutnya untuk menunjukkan jalan yang terbaik agar selamat sampai di tujuan, tentu saja itu baru tercapai dengan sempurna jika di bawah naungan syari’at Islam.
Jujur. Pemimpin Islam haruslah jujur kepada dirinya sendiri dan pengikutnya Seorang pemimpin yang jujur akan menjadi contoh terbaik, yang dari perkataan dan perbuatannya sejalan.
Kompeten. Kompetensi dalam bidangnya mutlak dimiliki oleh seorang pemimpin Islam. Orang akan mengikuti seseorang jika ia benar-benar  meyakini jika orang yang diikutinya sangat mengetahui apa yang diperbuatnya.
Inspiratif. Seorang pengikut  akan merasakan ‘aman’ jika pemimpinnya membawa mereka pada rasa nyaman dan menimbulkan rasa optimis, seburuk  apapun  situasi yang sedang dihadapi.
Sabar. Seorang pemimpin haruslah sabar dalam dalam menghadapi segala macam persoalan dan keterbatasan, serta tidak bertindak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan.
Rendah Hati. Seorang pemimpin haruslah mempunyai sikap rendah hati, yang tidak suka menampakkan kelebihannya (riya), serta tidak pernah merendahkan orang lain, khususnya para pengikut (rakyatnya).
Musyawarah. Dalam menghadapi setiap persoalan, seorang pemimpin  haruslah menempuh jalan musyawarah serta tidak menentukan keputusan sendiri .
Mampu berkomunikasi dengan bawahan atau rakyatnya. Kapasitas ilmiah serta empati dan juga rasa sensitivitas yang baik pada mereka yang dipimpinnya, sehingga akan melahirkan seorang pemimpin yang mampu berkomunikasi dengan baik pada rakyatnya. Komunikasi yang baik pada bawahan/rakyatnya  bukanlah sekedar kemampuan retorika yang baik, tetapi juga kemampuan memilih hal yang akan dilempar kepada publik serta timing yang tepat dalam melemparkannya. Kematangan seorang pemimpin akan mampu membuatnya berkomunikasi yang jauh dari sikap emosional. Dan yang terpenting dari semua itu adalah seorang pemimpin akhirnya mampu mengambil sebuah kebijakan yang tepat dalam sebuah kondisi yang memang sedang dibutuhkan oleh bawahan/ rakyat yang dipimpinnya.

Musibah Saat Dinas, Kenapa Harus Sepenuhnya Dibebankan Pada Karyawan ?



 



Sebagaimana penuturan salah seorang karyawan Perum DAMRI, Bambang Sudrajat yang belum lama ini mendapat musibah kecelakaan saat mengemudi bus DAMRI di sekitar terusan Kopo Bandung. Sehubungan yang terjadi merupakan murni musibah yang tak dapat disangka-sangka, meski sudah menjalankan bus dengan sebaik-baiknya.
Musibah terjadi hingga salah satu korban meninggal dunia, namun dengan kebesaran dan kemuliaan pihak korban, Bambang tidak dituntut secara hukum, akan tetapi melalui jalan kekeluargaan. Segala sesuatunya terselesaikan dengan baik.
Yang sangat disayangkan justru dari pihak Perum DAMRI, yang mana tidak ada toleransi atau tanggung jawab bersama atas musibah yang menimpa karyawannya ketika sedang menjalankan tugas (dinas). Segala sesuatu hal yang terjadi pada karyawan, maka kewajiban karyawannya saja yang menanggung segala kerugian dan resikonya.
Menurut Bambang, pihak managemen yang diwakili oleh Wahyu Permana mengatakan bahwa kecelakaan tersebut merupakan kelalaiannya, oleh karenanya Bambang harus menanggung sendiri semua biaya sesuai nominal yang dikeluarkan oleh perusahaan sebesar Rp. 10 juta melalui pemotongan gaji, ungkap Bambang.
Bambang sangat mengharapkan perhatian/perlakuan yang adil dan bijaksana dari pihak managemen Perum DAMRI terhadap musibah ketika dalam melakukan tugasnya. Ia juga berharap segala tindakan/kesewenang-wenangan pihak managemen terhadap para karyawan yang senasib dengannya dapat diberantas sebagaimana peraturan yang berlaku sesuai dengan UUD 1945 dan Pancasila.

Dua Lembar Karcis Jadi Tiket Ke Padang


Begitu merajalelanya kesewenang-wenangan dan penindasan terhadap hak para karyawan di Perum DAMRI. Belum lama ini telah terjadi kembali penyalahgunaan kebijakan/wewenang managemen Perum DAMRI Cabang Bandung terhadap para karyawan, khususnya pengemudi dan kondekturnya.
Hanya gara-gara kekurangan dua lembar karcis penarikan ongkos pada penumpang Bus DAMRI,  Jahidi langsung kena sangsi mutasi. Padahal kondektur telah dikenakan dan mengganti sangsi denda yang ditetapkan oleh managemen berupa denda dari satu karcis seharga Rp. 5.000,- dikalikan dua Rp.10.000,-, dengan dendanya total nominal yang dibayarkan karyawan tersebut adalah Rp. 50.000,-  Hal tersebut dilakukan secara prosedur managamen perusahaan melalui Berita Acara Pemeriksaan (BAP)  oleh Pemeriksa di Bagian Pegendalian Operasi Jasa Perum DAMRI Cabang Bandung.
Apa yang terjadi pada Rustandi serupa dengan yang terjadi pada Jahidi, permasalahannya berdasarkan laporan dari 5 orang penumpang berstatus mahasiswi yang tidak sempat diberi karcis. Dengan adanya itu, Rustandi tidak menyangka para mahasiswi itu melaporkannya ke managemen Perum Damri. Diprediksi, para mahasiwi tersebut merupakan orang-orang yang ditugaskan managemen dalam hal mencari dan memata-matai kesalahan para kondektur/pengemudi yang tidak sejalan dengan Sadiyo. Meski menurut managemen bahwa mereka melaporkannya melalui nomor kontak yang tertera di belakang jok para penumpang, akan tetapi nomor kontak tersebut seringkali tidak aktif.  Dengan kejadian itu, Rustandi mendapat surat pemutasian kerja ke Padang. Padahal menurut Rustandi, ia sudah mengaku bersalah dan membayar sangsi-sangsinya.
Sementara yang dialami Dadang Purnama tidak jauh berbeda, tanpa sengaja ia tidak memberikan karcis pada  7  orang penumpang, dikarenakan pada waktu kejadian ada aksi demo angkot di Cibiru. Saat itu, bus diberhentikan/dihadang dan diancam, para penumpang disuruh untuk diturunkan, bus dikejar sampai pasar induk Gedebage. Sebagian penumpang banyak yang turun, secara otomatis konsentrasi Dadang pada waktu itu terganggu yang memungkinkan ada penumpang yang tidak diberi karcis oleh Dadang.  Saat di BAP Nomor: /BAP/POJ/III/-2016  oleh bagian pemeriksaan, Toni  pada tanggal 18-03-2016,  alasan Dadang tersebut diatas pun disampaikannya. Masalah sangsi dari 7 karcis itu, Dadang hanya menyanggupi penggantian pokoknya saja tanpa dengan denda.  Akan tetapi tidak lama kemudian, Dadang mendapat surat pemutasian dirinya ke Mataram. Dadang mulai bekerja di Perum DAMRI sejak awal tahun 1993 dengan golongan 1-C. Pada saat sekarang mendekati pensiun dengan masa kerja 24 tahun, status golongan Dadang hanya  1-D, padahal banyak karyawan baru yang golongannya sudah  2-D.
Dari kesalahan para karyawan yang dilakukan tanpa unsur kesengajaan tersebut,  11 orang karyawan dimutasikan ke Padang tanpa prosedural yang jelas, karyawan tersebut diantaranya adalah : Jahidi, Dadang Purnama dan Rustandi, yang mana masing-masing sudah di BAP dan memenuhi sangsi-sangsi serta memberi pernyataan sanggup untuk tidak  lagi melakukan kesalahan yang tidak disengaja tersebut.
Menurut keterangan, pihak mangemen melakukan mutasi karyawan tersebut dikarenakan adanya pengurangan tenaga karyawan di wilayah Bandung, sementara di Padang membutuhkan tenaga tambahan. Ironisnya, 11 orang karyawan dimutasikan, sementara di kantor Perum DAMRI cabang Bandung nya sendiri terjadi penerimaan karyawan baru beberapa waktu lalu.
Pemutasian ini pun tidak luput dari kekejaman ‘tangan besi’ Sadiyo. Bila hal ini terus didiamkan dan tidak ditindaklanjuti sebagaimana hukum yang berlaku sesuai amanah UUD’45 dan Pancasila, buat apa Pemerintah membuat aturan-aturan /perundang-undangan yang telah ditetapkan kalau hanya dapat dilanggar atau direkayasa oknum managemen dan Sadiyo...???
Forum Komunikasi Pekerja DAMRI Bersatu (FKPDB),  seperti Agus Syarifudin, Jaka Suherman Ade Fatah,  dkk. sangat peduli terhadap Jahidi, Dadang Purnama dan Rustandi yang merupakan anggota FKPDB,  dengan kesolidaritasannya berupaya membantu dan melaporkan tindakan kesewenang-wenangan pihak managemen Perum DAMRI Cabang Bandung kepada POLDA Jabar dan Disnaker Kota Bandung. Isi laporan mengenai :
Karyawan dimutasi tanpa alasan jelas dan tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Pelaku tindakan kesewenang-wenangan tersebut adalah  Direktur Keuangan dan SDM Perum DAMRI, Drs. Sadiyo Sardi.
Para Ketua Umum Serikat Pekerja di Perum DAMRI Cabang Bandung merupakan aktor utama pembekuan SP. Mereka melakukan mutasi terhadap karyawan yang menuntut Hak Normatif.
Dana asuransi karyawan dari PT. Asuransi Jiwasraya sebagaimana Jaminan Hari Tua (JHT), ditarik secara sebelah pihak.
Melakukan penipuan terhadap pihak pengawasan dan pembinaan Disnaker Kota Bandung, dengan memberikan laporan hasil rekayasa, mengenai gaji karyawan Perum DAMRI Cabang Bandung, agar di percaya bahwa perusahaan terlihat sudah melaksanakan UMK Kota Bandung.
Direksi dan Ketua Umum DPP SPD dan Ketua Umum DPP SKARDA membuat Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang bertentangan atau dibawah tangan yang berlaku, dengan merubah Gaji Pokok (GP) ke Gaji Dasar (GD) dalam perhitungan JHT saat pensiun dari faktor rumusan perhitungan JHT/Pesangon.
Melakukan penipuan/ingkar terhadap perjanjian dalam Bipartit antara SP FKPDB dan Managemen Perum DAMRI Cabang Bandung dengan Pengawas Dinas Kota Bandung.
Diharapkan, para aparatur negara dan pamangku hukum di Indonesia dapat membuka mata dan telinga, serta hati nuraninya sebagai umat manusia yang dimuliakan Tuhan, demi membantu sesama yang telah ditindas dan diperas keringatnya tanpa kelayakan hak yang semestinya, sebagaimana aturan Pancasila tercantum dalam UUD 1945 yang mana bunyinya sebagai berikut :
Peraturan selanjutnya yang disusun untuk mengatasi dan menyalurkan persoalan-persoalan yang timbul sehubungan dengan penyelenggaraan dan perkembangan negara harus didasarkan atas dan berpedoman pada UUD. Peraturan-peraturan yang bersumber pada UUD itu disebut peraturan-peraturan organik yang menjadi pelaksanaan dari UUD.
Oleh karena Pancasila tercantum dalam UUD 1945 dan bahkan menjiwai seluruh isi peraturan dasar tersebut yang berfungsi sebagai Dasar Negara sebagaimana jelas tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tersebut, maka semua peraturan perundang-undangan Republik Indonesia (Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya) yang dikeluarkan oleh negara dan pemerintah Republik Indonesia haruslah pula sejiwa dan sejalan dengan Pancasila (dijiwai oleh dasar negara Pancasila). Isi dan tujuan dari peraturan perundang-undangan Republik Indonesia tidak boleh menyimpang dari jiwa Pancasila. Bahkan dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 ditegaskan, bahwa Pancasila itu adalah sumber dari segala sumber hukum (sumber hukum formal, undang-undang, kebiasaan, traktaat, jurisprudensi, hakim, ilmu pengetahuan hukum).
Penolakan mutasi ketiga orang karyawan yakni Jahidi, Rustandi dan Dadang Purnama, merupakan sebuah tuntutan yang  mendasar, dikarenakan kebijakan managemen merupakan pelanggaran dari Undang-Undang 1945 dan Pancasila. Saat ini mereka menunggu sebuah keadilan bagi diri mereka, beserta rekankaryawan lainnya. Seandainya perusahaan bijaksana dan punya hati nurani,  seharusnyalah saat masalah mereka sedang berproses, mereka tetap menerima ‘hak gaji mereka’.  (Red,-)

Damri... Oh... Damri... Tangan Besi Sadiyo Perlu Diamputasi


BERBAGAI masalah pelik yang membuat sembelit para karyawan di Perum DAMRI, dikarenakan penyimpangan amanah UUD’45 dan PANCASILA, serta penyalahgunaan kebijakan wewenang. Dari adanya penarikan  Asuransi Jaminan Hari Tua (JHT) sebelah pihak; rumusan gaji pokok menjadi gaji dasar yang mengakibatkan penciutan uang pensiun jauh di bawah UMK; banyak mempekerjakan pensiunan karyawan  dan yang bukan karyawan  Perum DAMRI tanpa digaji; jam kerja karyawan tidak jelas; jika terjadi musibah/kecelakaan pada karyawan saat bekerja, segala biayanya dibebankan pada karyawan itu sendiri, padahal sebelumnya masuk dalam asuransi  yang tidak dibebankan pada karyawan sepenuhnya.
Disisi lain karyawan tidak pernah mendapatkan Hak atas pesangon, penghargaan atas masa kerja, serta penggantian hak terhadap karyawan yang telah memasuki pensiun sebagaimana yang sudah dipermasalahkan kepada Disnaker Kota Bandung hingga mendapat satu putusan dalam masalah Hak Normatif yang diajukan ke PHI pada Pengadilan Negeri (PN) Kls.IA  dengan Perkara  No. 84/Pdt.Sus-PHI/2015/PN Bdg. Antara Tjutju Setiawan dan Ujang Sopandi melawan Perum DAMRI.  Gugatan Hak Normatif Tjutju dan Ujang telah dimenangkannya, bahkan MA menolak Kasasi (737/Reg.PHI/XI/739 K/Pdt.Sus-PHI/2015 yang dilayangkan Perum DAMRI. Akan tetapi sampai saat ini pihak perusahaan belum juga merealisasikannya.
Sementara itu pihak managemen, khususnya atas nama Sadiyo, seringkali melakukan tindakan sebelah pihak kepada karyawannya. Selain permasalahan yang tersebut diatas, dirinya seringkali melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebelah pihak, tanpa alasan jelas yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Hanya karena sakit dan telat kirim surat keterangan Dokter,  karyawan langsung di PHK tanpa adanya SP-1 & 2 terlebih dahulu. Sebagai contoh yang terjadi pada Deni dan Tono.
Dalam hal lain, walaupun sudah ada putusan PHI tentang pembayaran JHT sesuai dengan isi putusan, namun Kepala Kepegawaian Ojak masih memaksakan kehendaknya kepada yang pensiun untuk menandatangani perjanjian pembayaran JHT menurut aturan managemen. Sementara itu pula, dari hasil temuan SPI beberapa waktu lalu, menurut keterangan terdapat penggelembungan gaji karyawan sebagaimana bukti-bukti yang ada. Diindikasi hal tersebut dilakukan atas kerjasama oknum Kepegawaian dan Keuangan, dengan jumlah kisaran nominal Rp.750.000,-/karyawan.
Bahkan dengan tawaran/memberikan pesangon jauh dibawah kelayakan sebagaimana masa kerja karyawan, kalah dengan perusahaan swasta bahkan lebih rendah dari pabrik tahu. Adapun yang tidak mendapat pesangon sama sekali. Sungguh perlakuan yang jauh dari Perikamanusiaan!
Perihal mekanisme angsuran Tuntutan Ganti Rugi (TGR), dengan menindaklanjuti surat BPK-RI Nomor: I/S/Tim-KN-DAMRI/06/2012 tanggal 01 Maret 2013 perihal hasil temuan pemeriksaan  penyelesaian Ganti Kerugian Negara pada Perum DAMRI, sesuai dengan hasil temuan kesimpulannya adalah penyelesaian TGR  di Perum DAMRI kurang serius, karena jumlah nilai angsuran tidak sesuai dengan jumlah kerugian. Kerugian Negara tersebut diganti melalui pemotongan-pemotongan gaji karyawan, UDJ setiap dinas jalan para pengemudi dan kondektur, uang makan, serta intensif lainnya. Padahal, seharusnya perusahaan sendiri yang mengatasi masalah Ganti Kerugian Negara tersebut, bukan malah membebani karyawan yang sudah memeras keringatnya demi kesalahan yang dibuat oknum managemen, terutama Sadiyo.
Banyaknya permasalahan yang terjadi di Perum DAMRI tidak lepas dari yang mendalanginya, kususnya Sadiyo, dengan melakukan berbagai penyimpangan/pelanggaran Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang isinya terdiri dari :
Undang-undang Nomor:  21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja Buruh
Undang-undang Nomor:  13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-undang Nomor:  15 Tahun 2003 tentang BUMN
Undang-undang Nomor: 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan   Industrial
Peraturan Pemerintah Nomor: 31 Tahun 2004 tentang Perusahaan Umum DAMRI.
Pelanggaran PKB yang dilakukan managemen yang telah banyak merugikan dan ‘melumpuhkan’ kesejahteraan karyawan, diantaranya : 
Sistem Acuan Standar Gaji yang tidak sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.
Tidak adanya kejelasan mengenai Jaminan Sosial Kesehatan, Jaminan Kecelakaan, dan lain-lain.
Pembayaran JHT dipaksakan hasil Adendum I PKB tahun 2012-2014, padahal di Pengadilan telah dinyatakan bahwa PKB dan SK-Direksi  “Cacat Demi Hukum!”
Perum DAMRI  merupakan satu-satunya perusahaan transportasi darat milik Negara yang berstatus BUMN.  Oleh karenanya, pengaturan mengenai pegawai BUMN secara umum tercantum dalam Pasal 19 (1) UU No. 19/Prp/1960 yang berbunyi : “Kedudukan hukum, gaji, pensiun dan sokongan serta penghasilan-penghasilan lain Direksi dan Pegawai/Pekerja Perusahaan Negara, diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
Dalam ayat (2) adalah menetapkan bahwa Direksi mengangkat dan memberhentikan pegawai/pekerja Perusahaan Negara menurut peraturan kepegawaian yang disetujui oleh Menteri yang bersangkutan yang berdasarkan peraturan pokok kepegawaian perusahaan Negara yang ditetapkan oleh Pemerintah berdasarkan UU No.19/Prp/1960.
Pengaturan pegawai perusahaan Negara akan dibedakan dengan pegawai perusahaan swasta. Sehingga tidak ada istilah buruh dan majikan di dalam peraturan pelaksanaan UU tersebut, hanya mengatur tentang gaji. Sedangkan ketentuan-ketentuan yang bersifat fundamental bagi tenaga kerja BUMN tidak diatur.

Kedudukan pegawai Perum dan Persero, karyawan Perum merupakan pegawai perusahaan yang pengaturannya belum ada, sehingga dalam praktek menggunakan berbagai sumber perundang-undangan yang berlaku bagi pegawai negeri, akan tetap secara yuridis, karakteristik pegawai perum adalah tidak sama dengan pegawai Perjan maupun Persero.
Peraturan Pemerintah No.6 tahun 1974 yang berdasarkan pada UU No.18/1961 yang memastikan pegawai Perjan dan Perum sebagai pegawai Negeri, yang dipersamakan dengan pegawai Negeri adalah pegawai Persero, PT. Milik Negara dan Perusahaan milik Daerah.
Memperhatikan isi daripada peraturan-peraturan tersebut diatas, seharusnyalah managemen Perum DAMRI mengikuti perundang-undangan yang berlaku di Negara Republik Indonesia berdasarkan amanah UUD’45 dan Pancasila, bukan mengikuti aturan sendiri yang ‘menindas dan menyengsarakan’  para karyawannya kalau tidak mau dianggap Komunis atau Kafir.
Dengan segala perlakuan dan tindakan penyalahgunaan wewenang dari pihak menagemen, khususnya Sadiyo yang seolah ‘bertangan besi’ pembunuh hak para karyawannya yang tertindas dengan “Tidak memanusiakan manusia secara manusia”, maka kepada Pemerintah atau pihak-pihak hukum yang berwenang di wilayah NKRI ini diharapkan segera menindak dan menghukum oknum managemen tersebut. Tangan Besi Sadiyo perlu segera diamputasi supaya ada efek jera, dan tidak terjadi lagi di perusahaan Perum DAMRI termasuk perusahaan lainnya!!! (Red,-)

DAMRI Jangan Membuat “Negara di Dalam Negara” Saatnya DAMRI untuk Kembali Kepada Amanah UUD’45 dan Pancasila......!!!


PERMASALAHAN pelik dan membuat sembelit terjadi di Perum DAMRI, baik yang menindas ( tidak manusiawi ) para karyawan maupun yang dianggap telah merugikan negara. Berbagai cara telah dilakukan  Forum Peduli Nasib Karyawan Perum DAMRI Surabaya. Baik melalui surat pelaporan kepada pemerintah/instansi terkait, hingga ke Presiden. Namun, sampai saat ini tidak ada tindak lanjut penanganannya.
Berbagai permasalahan yang terjadi di Perum DAMRI Surabaya, seperti halnya kerugian karyawan memberi upah dibawah UMK, tidak memberi pesangon bahkan mempekerjakan orang tanpa upah, pemegang kartu BPJS Kesehatan tidak dibayarkan preminya sehingga tidak bisa dimanfaatkan, serta ketika terjadi musibah kecelakaan pada beberapa karyawan yang sudah bekerja puluhan tahun, bahkan sampai ada yang kakinya diamputasi tidak mendapat biaya pengobatan dan pesangon sepeser pun, tidak membayar karyawan yang sudah purna tugas, merekayasa /menggelapkan dana tabungan karyawan berupa JHT atau Taspen yang pernah dikelola Asuransi Jiwasraya dan PT.Taspen.
Selain itu, managemen membuat laporan palsu melalui media elektronik dan internet, seolah hasil pendapatan Perum DAMRI melebihi target dari Rp. 900 Milyar berhasil membukukan pendapatannya diatas Rp. 1,01 Triliun.  Bahkan pertengahan tahun 2015 telah mendapatkan laba Rp.62 Milyar. Namun pada kenyataannya, banyak karyawan yang belum menerima upah hingga 6 bulan.
Adapun notulen ketika pertemuan antara Direktur Perum DAMRI  dengan Forum Peduli Nasib Karyawan DAMRI  pada 17 Juni 2009 di Kementrian BUMN yang telah disepakati, hingga saat ini tidak pernah dilaksanakan.
Selain itu, mengenai penjualan aset negara berupa tanah dan bangunan tanpa tender terbuka dan penggunaannya tidak sesuai  dengan surat rekomendasi BUMN merupakan ironi lain yang menggerogoti bobroknya DAMRI. RKD (Rencana Kerja Damri) diatur oleh Direksi Perum DAMRI sendiri sehingga mengakibatkan kerugian Negara, perusahaan dan masyarakat pengguna jasa transpotasi. Karena kerugiaan Negara terdiri dan aset penjualan tanah dan bangunan, hibah dan subsidi baik pemerintah daerah maupun pusat.
Kerugian-kerugian perusahaan diakibatkan dari penyalahgunaan wewenang yang pelaksanaannya menyimpang dari peraturan perundang-undangan. Dengan berbagai bentuk pelanggaran tersebut pula,  Ketua Forum Peduli Nasib Karyawan Perum DAMRI, Supari menyatakan, seharusnya DAMRI yang merupakan alat transportasi angkutan darat satu-satunya yang dimiliki oleh Negara sesuai amanah UUD’45 Pasal 33, ayat 2 : “Perusahaan yang menghidupi hajat hidup orang banyak dan dikelola oleh Negara untuk kepentingan Bangsa dan Negara”. Bukan sebaliknya, yang dilakukan para oknum managemen Perum DAMRI, mereka berlaku memiliki perusahaan pribadi,  seolah “membuat negara di dalam negara” dengan aturan sendiri.
“Sementara itu pula, mengingat kondisi saat ini angka kecelakaan dan kemacetan baik dalam kota maupun antar kota sangat tinggi, sehingga untuk mengembalikan kepercayaaan masyarakat sangatlah dibutuhkan. Syukur-syukur pengguna transportasi DAMRI bisa dioptimalkan, atau bahkan bisa digratiskan. Diharapkan pula, segala aturan dan peraturan di perusahaan Perum DAMRI seharusnyalah disesuaikan dengan UUD’45 dan kaidah-kaidah Pancasila,” tandas Supari. 
Sementara itu, berbicara mengenai oknum managemen bernama Sadiyo, menurut Supari, pernah mengangkat karyawan  Lihudin,  narapidana yang mendapat putusan (vonis) 3,5 bulan dalam kasus perjudian dan penggelapan uang perusahaan DAMRI Surabaya yang terjadi sekitar tahun 2003, pada saat menjabat sebagai asisten manager. Bahkan Sadiyo banyak mengangkat karyawan dengan ijazah instan (palsu).
Sebaliknya, karyawan yang dianggap telah melakukan kinerja dengan baik, yang melalui prosedural secara baik pula justru banyak yang di PHK secara  tidak benar, khususnya yang tidak sehaluan dengan Sadiyo, terangnya sedikit menambahkan. (Red,)