Selasa, 20 September 2016

DAMRI Jangan Membuat “Negara di Dalam Negara” Saatnya DAMRI untuk Kembali Kepada Amanah UUD’45 dan Pancasila......!!!


PERMASALAHAN pelik dan membuat sembelit terjadi di Perum DAMRI, baik yang menindas ( tidak manusiawi ) para karyawan maupun yang dianggap telah merugikan negara. Berbagai cara telah dilakukan  Forum Peduli Nasib Karyawan Perum DAMRI Surabaya. Baik melalui surat pelaporan kepada pemerintah/instansi terkait, hingga ke Presiden. Namun, sampai saat ini tidak ada tindak lanjut penanganannya.
Berbagai permasalahan yang terjadi di Perum DAMRI Surabaya, seperti halnya kerugian karyawan memberi upah dibawah UMK, tidak memberi pesangon bahkan mempekerjakan orang tanpa upah, pemegang kartu BPJS Kesehatan tidak dibayarkan preminya sehingga tidak bisa dimanfaatkan, serta ketika terjadi musibah kecelakaan pada beberapa karyawan yang sudah bekerja puluhan tahun, bahkan sampai ada yang kakinya diamputasi tidak mendapat biaya pengobatan dan pesangon sepeser pun, tidak membayar karyawan yang sudah purna tugas, merekayasa /menggelapkan dana tabungan karyawan berupa JHT atau Taspen yang pernah dikelola Asuransi Jiwasraya dan PT.Taspen.
Selain itu, managemen membuat laporan palsu melalui media elektronik dan internet, seolah hasil pendapatan Perum DAMRI melebihi target dari Rp. 900 Milyar berhasil membukukan pendapatannya diatas Rp. 1,01 Triliun.  Bahkan pertengahan tahun 2015 telah mendapatkan laba Rp.62 Milyar. Namun pada kenyataannya, banyak karyawan yang belum menerima upah hingga 6 bulan.
Adapun notulen ketika pertemuan antara Direktur Perum DAMRI  dengan Forum Peduli Nasib Karyawan DAMRI  pada 17 Juni 2009 di Kementrian BUMN yang telah disepakati, hingga saat ini tidak pernah dilaksanakan.
Selain itu, mengenai penjualan aset negara berupa tanah dan bangunan tanpa tender terbuka dan penggunaannya tidak sesuai  dengan surat rekomendasi BUMN merupakan ironi lain yang menggerogoti bobroknya DAMRI. RKD (Rencana Kerja Damri) diatur oleh Direksi Perum DAMRI sendiri sehingga mengakibatkan kerugian Negara, perusahaan dan masyarakat pengguna jasa transpotasi. Karena kerugiaan Negara terdiri dan aset penjualan tanah dan bangunan, hibah dan subsidi baik pemerintah daerah maupun pusat.
Kerugian-kerugian perusahaan diakibatkan dari penyalahgunaan wewenang yang pelaksanaannya menyimpang dari peraturan perundang-undangan. Dengan berbagai bentuk pelanggaran tersebut pula,  Ketua Forum Peduli Nasib Karyawan Perum DAMRI, Supari menyatakan, seharusnya DAMRI yang merupakan alat transportasi angkutan darat satu-satunya yang dimiliki oleh Negara sesuai amanah UUD’45 Pasal 33, ayat 2 : “Perusahaan yang menghidupi hajat hidup orang banyak dan dikelola oleh Negara untuk kepentingan Bangsa dan Negara”. Bukan sebaliknya, yang dilakukan para oknum managemen Perum DAMRI, mereka berlaku memiliki perusahaan pribadi,  seolah “membuat negara di dalam negara” dengan aturan sendiri.
“Sementara itu pula, mengingat kondisi saat ini angka kecelakaan dan kemacetan baik dalam kota maupun antar kota sangat tinggi, sehingga untuk mengembalikan kepercayaaan masyarakat sangatlah dibutuhkan. Syukur-syukur pengguna transportasi DAMRI bisa dioptimalkan, atau bahkan bisa digratiskan. Diharapkan pula, segala aturan dan peraturan di perusahaan Perum DAMRI seharusnyalah disesuaikan dengan UUD’45 dan kaidah-kaidah Pancasila,” tandas Supari. 
Sementara itu, berbicara mengenai oknum managemen bernama Sadiyo, menurut Supari, pernah mengangkat karyawan  Lihudin,  narapidana yang mendapat putusan (vonis) 3,5 bulan dalam kasus perjudian dan penggelapan uang perusahaan DAMRI Surabaya yang terjadi sekitar tahun 2003, pada saat menjabat sebagai asisten manager. Bahkan Sadiyo banyak mengangkat karyawan dengan ijazah instan (palsu).
Sebaliknya, karyawan yang dianggap telah melakukan kinerja dengan baik, yang melalui prosedural secara baik pula justru banyak yang di PHK secara  tidak benar, khususnya yang tidak sehaluan dengan Sadiyo, terangnya sedikit menambahkan. (Red,)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar