Begitu beragam permasalahan yang terjadi di
dalam management, membuat sembelitnya managerial, karyawan banyak dihadapkan
prosedural yang tak jelas, akan tetapi pastinya kerugian berpihak pada para
karyawan. Pihak managament, khususnya 'oknum' secara sepihak membuat
aturan/keputusan kepada banyak karyawan dengan sangat tidak berperikemanusiaan.
Direksi seringkali menyalahi undang-undang, dengan membuat keputusan
sebelah pihak, seperti halnya yang terjadi pada salah seorang karyawan bernama
Deni Kurnia (42), dengan pangkat Pengatur Muda Perusahaan (II/a), sebagai Petugas Timer, Unit Kerja PERUM DAMRI
UAKB Soekarno Hatta.
Pada 30 Juni 2013 (14.00
WIB), saat sedang bekerja Deni mengalami sakit, ia minta tolong kepada temannya untuk mengobatinya. Malam
harinya sekitar pukul : 24.00 WIB ia
sudah tidak bisa menahan rasa sakitnya, hingga terjatuh ke kursi counter di
terminal 1B bandara. Keesokan paginya, tanggal 1 Juli 2013 dengan dijemput
istrinya, Deni memaksakan diri untuk pulang ke kampung meskipun sambil
merasakan sakit. Setelah sampai di kampungnya, ia pergi ke Dokter Umum untuk
memeriksakan apa penyakit yang dideritanya, kemudian ia diberi surat keterangan
sakit selama tiga hari terhitung dari tanggal 1 s/d 3 Juli 2013.
Pada tanggal 2 Juli 2013,
sekitar pukul: 9.00 WIB. surat ijin dokter tersebut dikirim istrinya melalui
Fax ke kantor UAKB. Namun, beberapa waktu kemudian saat ditanyakan pada orang
kantor (Betty), fax tersebut belum diterima, padahal ada bukti fax terkirim.
Tiga hari kemudian, dikarenakan belum sembuh juga, Deni kembali berobat
ke Dokter, iapun disarankan untuk cek ke Lab.
Hasil Lab menyatakan penyakit yang dideritanya adalah Typus, maka Dokter
kembali memberikannya surat keterangan sakit, terhitung tanggal 4 s/d 5 Juli
2013. Surat tersebut beserta hasil Lab dikirimkannya lagi ke kantor melalui Fax
(bukti fax terlampir).
Setelah agak mendingan, Deni
berobat jalan untuk memulihkan kondisi kesehatannya. Tiba-tiba ia mendapat
telepone dari bagian personalia kantor Tipar Cakung dan menyuruhnya untuk
segera menghadap. Meski kondisinya belum sembuh benar, iapun berusaha untuk
memenuhi panggilan dari pihak kantor. Akan tetapi diperjalanan ia merasa
pusing-pusing, maka iapun tidak bisa melanjutkan perjalanannya dan kembali ke
rumahnya.
Pada tanggal 15 Juli 2013,
akhirnya Deni menghadap bagian personalia di kantornya, iapun memperlihatkan
semua bukti surat keterangan sakit dari Dokter, hasil Lab dan pengiriman Fax.
Tetapi pihak personalia menyatakan tidak menerimanya, dan dengan bukti-bukti
surat yang diperlihatkan Deni saat itu dianggap sudah telat, bahkan surat
keterangan dari Dr. Anggraeni H (di Garut) dianggap palsu.oleh salah seorang
Kabag.Personalia.Deni pun hanya disuruh kembali ke rumah untuk menunggu Surat
Keputusan dari Ka.Unit yang sudah dikirimkan ke Kantor Pusat dan Wilayah I.
Akan tetapi Deni tidak menggubrisnya, ia berusaha menelusuri surat tersebut,
ternyata surat dari Ka.Unit belum sampai ke Kantor Pusat ataupun Kantor Wilayah
I.
Kurang lebih dua bulan kemudian, sekitar tanggal 10 September 2013, Deni
kembali menerima telepon dari staff personalia yang menyatakan kalau SK sudah
ada di kantor.
Maka Deni mendatangi kantor untuk menemui personalia, begitu mengetahui
apa yang tertulis, ia kaget karena SK tersebut menyatakan SK Pemberhentian
Bukan Atas Permintaan Sendiri dengan SP2 dan SP3, padahal sebelumnya ia tidak
pernah menerima SP2 apalagi SP3. Sedang SP1 diakuinya karena keterlambatan
penyampaian surat keterangan sakit dari Dokter.
Dengan begitu, tentu saja Deni tidak mau menerimanya, karena keputusan
tersebut dianggap sebelah pihak dan tidak relevan.
Selanjutnya, Deni tetap tidak menerima dan tidak menandatangani surat
pemecatan sebelah pihak tersebut yang tertanggal 25 Juli 2013 dibuat di
Jakarta, tentang “Perhitungan JHT Karyawan Perum DAMRI Berdasarkan Perjanjian
Kerja Bersama Tahun 2012.
Sebab Pemberhentian : Pelanggaran”, beserta jumlah nominal
pesangon sebesar Rp. 3.060.400,- dengan masa kerja 9 tahun.
Sungguh suatu hal yang tidak manusiawi dan tidak sesuai, istilahnya “Tidak
memanusiakan manusia secara manusia”, management seenaknya melakukan PHK
dan memberikan pesangon yang tidak semestinya.
Sejak Juli 2013 sampai saat ini permasalahan Deni masih ngambang, tidak
ada perhatian yang signifikan dari management perusahaan.
“Kerja lagi sudah di PHK sebelah pihak, pesangon tidak sesuai dengan
peraturan PKB saya bingung pada siapa mengadu pak? Karena yang dilakukan pihak
perusahaan tidak sesuai sebagaimana aturan ketenaga kerjaan.”ujar Deni
Sementara Ketua Serikat Forum Komunikasi Pekerja Damri Bersatu (FKPDB)
Wahyu Permana yang didampingi Sekretaris Djaka Suherman saat di konfirmasi
“Saya siap memperjuangkan hak para rekan-rekan karyawan yang tidak menerima
haknya secara wajar!” tandas mereka.
Kesimpulan dari masalah yang dihadapi Deni adalah suatu hal yang jelas
dan nyata, sebuah peusahaan BUMN melakukan tindakan yang sangat tidak
manusiawi. Jelas-jelas Deni awal merasakan sakit saat ia sedang bekerja,
seharusnyalah perusahaan memberikan perhatiaan dengan jaminan pemeliharaan
kesehatan yang semestinya, bukan malah diberikan SP. Untuk hal tersebut, Deni
menyampaikan Surat Permohonan Bantuan Permasalahan atau Banding, sebagai
Pengajuan Keberatan atas Hukuman Disiplin Nomor : SK.475/KP.702/DAMRI-2013
tanggal 01 Agustus 2013 yang telah dijatuhkan dalam Putusan Hukuman pada
Tingkat Pertama. -Y/R-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar