Bandung, -Pengembangan
fasilitas lalu lintas jalan di Jawa Barat, khususnya perkembangan infrastruktur pelayanan
perhubungan belum mengalami kemajuan yang menggembirakan. Di bidang
transportasi darat, misalnya, penyediaan dan pemeliharaan fasilitas dan
perlengkapan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berdasarkan Pasal
203 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas angkutan jalan (LLAJ)
merupakan tanggungjawab pemerintah untuk menjamin keselamatan lalu lintas dan
angkutan jalan.
Hal ini dikatakan Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat DR. H.
Dedi Taufik, MSi, saat memberi paparan dalam rapat koordinasi (Rakor) Forum Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) di Bandung, Senin (11/2).
Rakor tersebut juga menghadirkan pakar perhubungan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Ir. Idwan
Santoso, MSc. DIC, PhD. Rakor yang berlangsung selama satu hari tersebut
diikuti para Kepala Dinas Perhubungan kabupaten/kota se-Jawa Barat, dibuka
Kadis Perhubungan Jabar Dedi Taufik dan ditutup Wakil Kepala Dinas Perhubungan
Jabar Dedi Supriadi.
Menurut Dedi Taufik, Provinsi
Jawa Barat secara geografis memiliki wilayah daratan seluas 3.709.528 Ha dengan
garis pantai sepanjang 724,85 km dan secara administrative terbagi dalam 18
kabupaten dan sembilan kota.
Dikatakan Dedi Taufik, seluruh
program pembangunan bidang perhubungan di Jawa Barat bertujuan mendukung upaya
pencapaian visi dan misi Provinsi Jawa Barat, mandiri, dinamis dan sejahtera.
Senafas dengan visi dan misi Pemprov
Jabar tersebut secara khusus Dishub Jabar telah menetapkan visi yakni
terwujudnyta sistem transportasi Jawa Barat yang andal dan terpadu. Sedangkan
misi yang telah digariskan adalah mewujudkan SDM Dishub berkualitas, mewujudkan
perencanaan pelaksanaan dan pengendalian transportasi terpadu. Kemudian juga mewujudkan sarana dan
prasarana transportasi yang memadai dan ramah lingkungan, kemudian mewujudkan
sistem pelayanan transportasi prima serta mewujudkan pengelolaan transportasi
yang transparan dan akuntabel.
“Hingga kini Dishub Provinsi
Jawa Barat terus berupaya mengoptimalkan fasilitas lalu lintas seperti rambu
jalan, marka jalan, pagar pengaman jalan dan penerangan jalan umum,” tutur Dedi Taufik.
Terkait pembangunan infrastruktur bidang perhubungan di Jawa
Barat, Dedi Taufik menambahkan, setidaknya ada beberapa pekerjaan besar bidang
transportasi di Jawa Barat. Dikatakan, proyek tersebut yakni pembangunan shortcut jalus Kereta Api (KA) Cibungur-Tanjungrasa.
Saat ini, katanya telah dilakukan proses pembebasan lahan dan telah mencapai
18.797,7 Ha. Selanjutnya, pemerintah juga akan membangun jalur Kereta Api (KA)
jalur Rancaekek, Jatinangor, Tanjungsari. Kemudian juga rencana pengembangan
pelabuhan Cilamaya, dan terakhir rencana pembangunan bandara internasional Jawa Barat (BIJB).
Sementara
pakar perhubungan dari ITB, Ir. Idwan
Santoso, MSc, DIC, PhD, mengatakan, secara
historis perkembangan Jawa Barat tidak lepas dari perkembangan Jakarta sebagai outlet. Kegiatan ekonomi Jawa Barat
berorientasi pada kehendak Jakarta sehingga pola pergerakan yang terbentuk
berorientasi ke Jakarta.
Terkait dengan itu, kata Idwan Santoso, infrastruktur transportasi di
Jawa Barat lebih berorientasi untuk memfasilitasi
pola pergerakan eksternal (ke arah outlet)
. Infrastruktur transportasi untuk
memfasilitasi pergerakan internal masih sangat terbatas. Pengembangan
infrastruktur transportasi ke arah selatan cenderung diabaikan.
‘Sebenarnya pola pengembangan infrastruktur transportasi yang
berorientasi pada satu outlet tidak masalah sepanjang daya dukung outlet
memadai. Hanya persoalan akan timbul jika daya dukug outlet sudah tidak mampu,”
tandas Idwan.
Menurut Dedi, daya dukung outlet
Jakarta terpicu oleh trend traffik Jakarta-Jawa
Barat yang topang oleh dua jalur Tol yakni Jalur Tol Jakarta-Cikampek, dan
Jalur Tol Jagorawi (Jakarta Bogor Ciawi). Selain itu, terjadinya kencenderungan
kenaikan lalu lintas penumpang di Bandara Soekarno-Hatta dan peningkatan arus
barang di Pelabuhan Tanjung Priok . 18 juta peti kemas di tahun 2011 dan 16
juta Gen-Cargo di tahun 2011.
“Apa yang terjadi jika daya dukung Jakarta sudah tidak mampu
memfasilitasi pergerakan yang ada. Kinerja transportasi tergradatasi secara
signifikan. Hal ini berperan dalam meningkatnya biaya logistik. Implikasinya,
daya saing Jawa Barat sebagai pusat kegiatan ekonokmi menurun,” tandasnya.(Rony/kayis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar